Air Terjun Sekumpul, Lemukih, Gerombong? Apalah Arti Sebuah nama

Hati saya mendua saat menatap, bukan hanya 1 melainkan 3 aliran air yang menghujam deras bumi. Turun atau tidak? Nalar berkecamuk bak malaikat dan setan yang menggoda iman saat menatap Air terjun Sekumpul

“Ingat betapa seringnya kau mengutuk diri sendiri ketika paru-parumu serasa ingin meledak saat menapaki anak tangga yang tak kunjung usai?”

“Kau sudah berjarak ribuan kilometer dari kotak nyamanmu, lalu hanya ingin menatap keindahan ini dari kejauhan?”

“Indahnya tak berkurang meskipun kau hanya menatap dari ketinggian. Apa gunanya kau berbanjir peluh hanya untuk mencari tahu di mana air itu menghujam keras bumi?”

“Sudah berapa lama kau mencari tahu tentang air terjun ini? Saat ia berada di depan matamu, lalu kau lekas puas tak tergubris untuk mengagumi wujudnya dari dekat?”

Gerombong di sebelah kiri dan Lemukih di ujung kanan
Gerombong di sebelah kiri dan Lemukih di ujung kanan
 Saya tak pernah bernyali untuk memutuskan mana setan mana malaikat. Pagi itu, saat matahari masih enggan menari, saat mega mendung menggelantung, ribuan kilometer dari kotak nyaman, saya mulai menjejakkan kaki di anak tangga pertama.
Menyusur ratusan anak tangga
Menyusur ratusan anak tangga
Satu demi satu anak tangga saya langkahi masih dengan tawa renyah. Saya hanya berseloroh dalam benak “tertawalah kau sepuasnya, nanti saat perjalanan kembali tertawakanlah keputusan bodohmu menuruni ratusan anak tangga”. Meski relatif baik, namun tangga menuju air terjun memiliki ketinggian yang tak sama dan cenderung lebar-lebar. Terbayang sudah nanti perjalanan kembali memang akan memakan energi ekstra. Saya hanya berharap nanti mendung yang mengudara dan hembusan angin sejuk yang mengalir setidaknya membantu menepikan lelah.
Keluar masuk aliran sungai
Keluar masuk aliran sungai
Ketika deru aliran sungai mulai terdengar, saya merasa bersyukur karena tak ada lagi tangga di bawah sana. Anak tangga terakhir berbatasan langsung dengan jembatan yang membentang di atas aliran sungai. “Penderitaanku berakhir”, seloroh saya.
Jembatan untuk menuju Gerombong dan Lemukih
Jembatan untuk menuju Gerombong dan Lemukih
Dari ketujuh aliran air terjun Sekumpul, memang hanya 3 aliran yang bisa dikunjungi. Sisanya mungkin tersembunyi di dalam dekapan bukit menghijau. Sepertinya hanya gawai mengudara yang dapat menangkap ketujuh aliran secara bersamaan. Di ujung jembatan ada 2 jalan berlawanan untuk menuju 3 aliran air terjun berbeda. Saya memutuskan untuk berbelok ke kanan, menempuh air terjun terjauh terlebih dahulu.
Perjalanan berlanjut dengan keluar masuk aliran sungai. Dinginnya sekejap menghanyutkan lelah yang saya bawa di setengah perjalanan tadi. Meskipun hanya sebatas paha, saya harus tetap berhati-hati karena aliran yang cukup deras, dasar sungai yang berbatu dan ada beberapa bagian sungai yang ternyata lebih dalam. Buat saya ini lebih menyenangkan daripada harus naik turun bukit beranak tangga. Kekhawatiran saya hanya tertumpu pada gawai yang saya bawa. Rasanya lelah tak sempat hinggap saat saya menyusuri aliran sungai.
Air terjun Lemukih
Air terjun Lemukih
1 aliran tersembunyi di balik tebing
1 aliran tersembunyi di balik tebing
Tak lama berselang, saya tiba di air terjun Lemukih. Air terjun yang dari atas hanya terlihat 1 aliran, nyatanya memiliki 2 aliran di mana 1 aliran lain tertutup tebing berselimut perdu. Aliran sungai yang berbatu serta batang pohon yang melintang mengingatkan saya akan Tiu Kelep, hanya saja aliran Lemukih tidak memancar sederas Tiu Kelep.
Melanjutkan perjalanan, saya harus kembali ke arah jembatan dan mengambil jalan ke kiri. Perjalanan kembali harus berlanjut dengan melintasi aliran sungai. Karena air terjun ini lebih tinggi dari Lemukih, uap air yang berhamburan lebih banyak dibanding air terjun sebelumnya. Sedikit menyulitkan karena permukaan batu yang dijadikan pijakan hampir seluruhnya basah dan licin. Sebilah papan usang bertulis air terjun Gerombong menyembul sedikit terhalang rindang pepohonan.
Air terjun Gerombong
Air terjun Gerombong
Air terjun Gerombong memiliki ketinggian hampir 100 meter dengan 2 aliran air berbeda. Yang lebih besar berasal dari mata air, sementara yang lebih kecil berasal dari aliran sungai. Saat terjadi hujan, aliran air yang lebih kecil akan berwarna coklat karena membawa endapan lumpur dari sungai.
Penuh dengan uap air
Penuh dengan uap air
Sepanjang perjalanan pulang, ada hal yang mengusik tentang penamaan air terjun ini. Penamaan Sekumpul, Lemukih, Gerombong? Yang pertama terlintas di benak saya adalah, ke tujuh air terjun ini memiliki nama sendiri-sendiri seperti Lemukih dan Gerombong. Lalu Sekumpul, adalah penamaan untuk menyebut kompleks ketujuh air terjun ini. Nyatanya cerita yang saya dapatkan selama perjalanan pulang cukup berbeda.
Menurut penduduk lokal, semua air terjun ini bernama Lemukih karena berada di Desa Lemukih. Namun, penduduk Desa Sekumpul lah yang pertama kali membuka akses menuju ke air terjun sehingga penamaan Sekumpul lebih dulu mencuat. Bahkan kabarnya penamaan air terjun ini masih menjadi perdebatan di antara ke dua desa. Ahh…untuk apa meributkan milik siapa gerangan air terjun-air terjun ini. Milik Yang Maha Esa pastinya. Bukankah lebih baik kedua desa justru bahu membahu membangun dan menjaga keindahan air terjun ini? Sekumpul, Lemukih, Gerombong? apalah artinya sebuah nama dibanding keindahan yang diberikan oleh Yang Maha Esa.
Gerombong dari kejauhan
Gerombong dari kejauhan
Cerita tentang Sekumpul dan Lemukih ternyata hanya sementara mengalihkan lelah saya. Berulang kali saya terduduk memburu nafas yang berhamburan tak beraturan. Entah setan atau malaikat yang sedang tertawa terbahak-bahak kini.
Lemukih dari kejauhan
Lemukih dari kejauhan
Catatan C4ME:
1. Air terjun Sekumpul berjarak 76 Kilometer dari Denpasar atau sekitar 3 jam dari Kuta.
2. Rute termudah adalah menuju ke arah Bedugul lalu memasuki kawasan Singaraja.
3. Dari parkiran, saya menggunakan jasa ojek untuk mengantar ke titik awal trekking.
4. Persiapkan baju ganti (pasti basah) dan minum atau makanan kecil (karena masih belum ada warung di sepanjang perjalanan menuju air terjun.Mau tahu tempat wisata air terjun lainnya? Atau wisata-wisata anti mainstream di Bali? Selengkapnya di Wisata Bali Anti Mainstream

Enterpreneur, Travel Blogger, Instagramer, Hotel & Resto Reviewer, Fuji Film User.
19 Responses
  1. Bulan

    Aku baru sekali ini baca tulisan kamu kayaknya, Kak Le. Dan sejujurnya, terperangah.

    Diksi kamu bagus amaaaaat!! Romantis dan mendayu tapi nggak murahan. Aku sukaaa!!

    1. Anthony Leonard

      Waaa kak bul dan kak bob, terima kasih…masih belajar mencari diksi2 yang tak biasa dan menulis yang ngalir enak di baca hehe

  2. Yofangga

    Aku ga pernah tahu di Bali ada air terjun sebagus ini. Biasanya Bali hanya akan dikabarkan soal pantai, budaya, dan pura.
    Makasih udah nulisin sudut lain kaya gini kak ��

    Anyway, foto-fotonya keren

  3. Atrasina Adlina

    Bali punya sejuta sudut yang menarik. Sayang banget aku belum bisa eksplore Bali sepenuhnya. Thank you udh berbagi kak. 🙂

  4. Matius Teguh Nugroho

    Hehehe, tinggal dibiasakan aja, koh. Pasti nanti setan dan malaikat itu nggak akan berseteru lagi 😀

    Btw setuju juga sama kak Bul, diksi dan preambule-nya (((preambule))) ciamik!

  5. nurul hidayah

    Melihat gambar air terjunnya jadi ingin nyemplung saja. Setelah itu makan yang anget anget hehehe.perjalanan yg berat terbayarkan dengan indahnya alam..keren

  6. Dimas Anom Pambudi

    Sepertinya dari menyusuri ratusan anak tangga terbayarkan ya… Benar benar Mahakarya yang luar biasa ciptaanNYA…

Leave a Reply